fbpx
  • Privacy & Policy
  • Kontak
  • Tentang Kami
    • Profil
    • Redaksi dan Manajemen
    • Dewan Penasihat
  • Mata Air di Dunia
    • Arabic
    • Deutsch
    • English
    • Spanish
    • Turkish
  • FAQ
  • Kirim Artikel
  • Karir
Monday, March 1, 2021
  • Login
Majalah Mata Air
Advertisement
  • Beranda
  • Sains
    Ibnu Sina, Seorang Ilmuwan Teladan

    Ibnu Sina, Seorang Ilmuwan Teladan

    Hai Budi, Ini Aku Paru-parumu

    Hai Budi, Ini Aku Paru-parumu

    Jika Ludah Tak Ada

    Jika Ludah Tak Ada

    Berguru ke Alam Terkembang

    Berguru ke Alam Terkembang

    Batubara, Berlian, dan Manusia

    Batubara, Berlian, dan Manusia

    Kapan Sebaiknya Kita Makan Buah?

    Kapan Sebaiknya Kita Makan Buah?

    Hai Budi, Ini Aku Hatimu !

    Hai Budi, Ini Aku Hatimu !

    Mengapa Kita Membolak-balikkan Badan Selama Tidur?

    Mengapa Kita Membolak-balikkan Badan Selama Tidur?

    Bisakah Melahirkan Lewat Perut?

    Bisakah Melahirkan Lewat Perut?

  • Budaya
    Al-Andalus, Hilangnya Sebuah Peradaban

    Al-Andalus, Hilangnya Sebuah Peradaban

    Sebuah Bencana Besar

    Sebuah Bencana Besar

    Rasa Percaya Diri yang Disalah Pahami

    Rasa Percaya Diri yang Disalah Pahami

    Sepasang Sepatu Baru

    Sepasang Sepatu Baru

    Nafsu Tak Pernah Bisa Dipercaya

    Nafsu Tak Pernah Bisa Dipercaya

    Peran Haji pada Rasa Kebangsaan Indonesia

    Peran Haji pada Rasa Kebangsaan Indonesia

  • Spiritualitas
    Bagaimana Menilai Dunia Dalam Kondisi Sekarang?

    Bagaimana Menilai Dunia Dalam Kondisi Sekarang?

    Apakah Niat Bisa Menyelamatkan Manusia?

    Apakah Niat Bisa Menyelamatkan Manusia?

    Rasa Ego Dalam Diri Manusia

    Rasa Ego Dalam Diri Manusia

    Asal-usul Tasawuf

    Asal-usul Tasawuf

    Sufi

    Sufi

    Sebuah Sistem Vital: Pembekuan Darah

    Sebuah Sistem Vital: Pembekuan Darah

  • WorkshopBaru
  • Mata Air On AirBaru
  • Event
    • Liputan
    • Lomba Baca
      • Semua Membaca Rasulullah
        • Try Out
        • Pembahasan Try Out Cahaya Abadi
        • Pembahasan Try Out Sirah Nabawiyah
        • Ujian Akhir
        • Pembahasan Ujian Cahaya Abadi
        • Pembahasan Ujian Sirah Nabawiyah
        • Seminar
          • Seminar 1
          • Seminar 2
          • Seminar 3
        • Kuis
          • Kuis 1
          • Kuis 2
          • Kuis 3
  • Arsip
    • Quotes Mata Air
  • Berlangganan
  • Paket Majalah
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Sains
    Ibnu Sina, Seorang Ilmuwan Teladan

    Ibnu Sina, Seorang Ilmuwan Teladan

    Hai Budi, Ini Aku Paru-parumu

    Hai Budi, Ini Aku Paru-parumu

    Jika Ludah Tak Ada

    Jika Ludah Tak Ada

    Berguru ke Alam Terkembang

    Berguru ke Alam Terkembang

    Batubara, Berlian, dan Manusia

    Batubara, Berlian, dan Manusia

    Kapan Sebaiknya Kita Makan Buah?

    Kapan Sebaiknya Kita Makan Buah?

    Hai Budi, Ini Aku Hatimu !

    Hai Budi, Ini Aku Hatimu !

    Mengapa Kita Membolak-balikkan Badan Selama Tidur?

    Mengapa Kita Membolak-balikkan Badan Selama Tidur?

    Bisakah Melahirkan Lewat Perut?

    Bisakah Melahirkan Lewat Perut?

  • Budaya
    Al-Andalus, Hilangnya Sebuah Peradaban

    Al-Andalus, Hilangnya Sebuah Peradaban

    Sebuah Bencana Besar

    Sebuah Bencana Besar

    Rasa Percaya Diri yang Disalah Pahami

    Rasa Percaya Diri yang Disalah Pahami

    Sepasang Sepatu Baru

    Sepasang Sepatu Baru

    Nafsu Tak Pernah Bisa Dipercaya

    Nafsu Tak Pernah Bisa Dipercaya

    Peran Haji pada Rasa Kebangsaan Indonesia

    Peran Haji pada Rasa Kebangsaan Indonesia

  • Spiritualitas
    Bagaimana Menilai Dunia Dalam Kondisi Sekarang?

    Bagaimana Menilai Dunia Dalam Kondisi Sekarang?

    Apakah Niat Bisa Menyelamatkan Manusia?

    Apakah Niat Bisa Menyelamatkan Manusia?

    Rasa Ego Dalam Diri Manusia

    Rasa Ego Dalam Diri Manusia

    Asal-usul Tasawuf

    Asal-usul Tasawuf

    Sufi

    Sufi

    Sebuah Sistem Vital: Pembekuan Darah

    Sebuah Sistem Vital: Pembekuan Darah

  • WorkshopBaru
  • Mata Air On AirBaru
  • Event
    • Liputan
    • Lomba Baca
      • Semua Membaca Rasulullah
        • Try Out
        • Pembahasan Try Out Cahaya Abadi
        • Pembahasan Try Out Sirah Nabawiyah
        • Ujian Akhir
        • Pembahasan Ujian Cahaya Abadi
        • Pembahasan Ujian Sirah Nabawiyah
        • Seminar
          • Seminar 1
          • Seminar 2
          • Seminar 3
        • Kuis
          • Kuis 1
          • Kuis 2
          • Kuis 3
  • Arsip
    • Quotes Mata Air
  • Berlangganan
  • Paket Majalah
No Result
View All Result
Majalah Mata Air
No Result
View All Result
Home Budaya

Kopi Yang Tergantung

by Mata Air
October 15, 2020
in Budaya
Reading Time: 4min read
Share on WhatsappShare on FacebookScan and read on your phone

Sebuah perjalanan membawa dua orang sahabat hingga ke tepian sungai Venesia di Italia. Setelah mengunjungi beberapa tempat wisata keduanya ingin melepaskan lelah dan kepenatan, mengunjungi sebuah kafe untuk minum secangkir kopi, suatu hal yang tidak boleh dilewatkan jika berkunjung ke Italia. Setelah memilih salah satu sudut yang nyaman untuk melepas kepenatan hari itu, keduanya  memesan secangkir kopi ekspresso sambil mengamati para pengunjung lokal yang datang ke tempat  tersebut.

Selang beberapa waktu seorang laki-laki masuk untuk memesan kopinya. Uno café, uno suspeso satu kopi, satu digantung, demikian ucapnya. Lalu bartender menyerahkan secangkir kopi padanya dan menggantung secarik kertas di dinding. Laki-laki itu menghabiskan secangkir kopi yang dipesannya namun membayar dua cangkir kopi kepada bartender. Dengan santai ia meninggalkan kafe  itu. Pemandangan ini mengundang perhatian dua orang sahabat yang sedang duduk di pojokan menyaksikan kejadian itu. Tidak beberapa lama kemudian dua orang pengunjung lain datang,  menyebutkan pesanannya: duo café, uno suspeso- dua cangkir kopi, satu digantung. Bartender kembali menyiapkan pesanan mereka, menyodorkan dua cangkir kopi dan menggantung secarik kertas di dinding. Kedua orang tadi menghabiskan dua cangkir pesanannya, namun membayar tiga cangkir kopi dan meninggalkan kafe itu.

Pemandangan menarik ini semakin mengundang rasa penasaran dalam hati keduanya. Lebih heran lagi ketika mereka dikagetkan oleh kehadiran pengunjung selanjutnya. Seorang lelaki berpakaian kumal dan lusuh, dengan suara berat mengucapkan pesanannya:”uno suspeso – satu yang digantung”, maka dengan cekatan si bartender mulai meracik secangkir kopi, menyajikannya bagi sang tamu. Yang menarik, si tamu menghirup dan menikmati kopinya lalu pergi berlalu tanpa membayar sepeser pun. Selepas kepergian tamu tersebut, bartender menarik salah satu dari potonganpotongan kertas yang digantungnya di dinding tadi, merobeknya kemudian melemparkan ke kotak sampah dimana di sana ternyata sudah bertumpuk robekan-robekan kertas serupa. Pemandangan serupa terus berlanjut sepanjang hari, kadang ada yang datang memesan kopi dan membayar lebih dari yang di minumnya namun adapula tamu-tamu yang datang dan menikmati secangkir kopi tanpa membayar sedikitpun.

Lama-kelamaan pahamlah kedua sahabat tadi bahwa di manapun di seluruh dunia ini selalu ada makanan atau minuman yang sesungguhnya bukanlah suatu kemewahan namun mungkin bagi sebagian orang menjadi barang mewah yang tidak mampu mereka beli. Permasalahannya makanan atau minuman itu adalah sesuatu yang sangat penting dan berarti bagi masyarakat dalam kultur tersebut. Sepiring gudeg bagi orang Jogja, semangkuk coto Makassar bagi orang Makassar, sepotong pempek kapal selam bagi masyarakat Palembang adalah hidangan sehari-hari yang tak mungkin bisa lepas dari keseharian mereka. Bahkan budaya menikmati secangkir teh mengantarkan masyarakat Jepang pada seremoni yang begitu panjang. Begitupun secangkir kopi atau capuccino bagi masyarakat Italia adalah pelambang budaya yang sangat lekat dengan mereka serupa dengan budaya minum kopi bagi masyarakat Aceh atau orang Manggar di Belitung. Begitu pentingnya kopi bagi mereka hingga bagi sebagian besar masyarakatnya tiada hari yang akan mereka lewati tanpa secangkir kopi. Namun tak bisa dipungkiri di masa ini di mana ketimpangan sosial begitu terasa sehingga, jangan harap mereka bisa  membeli kemewahan dalam secangkir kopi yang bagi sebagian masyarakat lainnya hanya setara dengan uang receh yang ada di dompet tebal mereka. Akhirnya menjadi sebuah  esepakatan tak tertulis di sana agar orang-orang yang tak berpunya bisa menikmati secangkir kopinya maka sebagian orang lain yang memiliki kelapangan rezeki akan membayar satu atau dua cangkir lebih setiap merekamenikmati kopinya hari itu. Satu komponen yang tidak bisa dilupakan adalah peran bartender yang membuat ‘sistem transparan’ tentang berapa banyak kopi yang akan dibagikan secara gratis hari itu dengan menggantung kertas-kertas bergambar secangkir kopi di dinding agar ‘para peminta’ kopi tak harus berpayah-payah memohon atau meminta haknya. Tak membuat mereka merasa menjadi seorang pengemis atau peminta-minta. Tanpa bertanya ia bisa segera tahu apakah masih ada tersisa kopi yang bisa dinikmatinya secara gratis hari itu, dan siapapun akan bisa dengan langkah tanpa beban masuk ke kafe untuk memesan secangkir kopi tanpa harus khawatir apakah dia akan mampu membayarnya atau tidak. Merasakan nyamannya masuk ke sebuah restauran, meminta pesanannya dan dilayani layaknya orang-orang berada. Sebenarnya inilah unsur terpenting dalam konsep ‘Berbagi’ bagi sesama, dimana kita benar-benar memanusiakan orang yang akan menerima bantuan ataupun sedekah dari kita.

RelatedArticles

Al-Andalus, Hilangnya Sebuah Peradaban

Sebuah Bencana Besar

Setiap tahun kita disuguhi pemandangan pedih saat menjelang hari raya dimana sebagian orang kaya akan membagikan kupon pada ratusan orang miskin yang mengharuskan mereka berbaris berdesak desakkan, berpeluh menunggu berjam-jam di bawah terik mentari, kadang terhimpit dan terjatuh di dorong dorong untuk mendapatkan selembar amplop berisi selembar dua puluh ribuan, bagian dari zakatnya. Jika ada acara untuk anak yatim maka kita akan melihat pemandangan khas barisan panjang mereka mengantri sekotak makanan. Bukankah hidup mereka sudah cukup perih untuk ditambahi perasaan malu karena harus menengadahkan tangannya meminta sesuatu yang sebenarnya adalah hak mereka dalam bagian rezeki milik si Berpunya.

Ada sebuah kisah yang sangat masyhur diihwalkan bahwasanya Khalifah Umar RA menolak untuk dibantu mengangkat sekarung gandum yang akan diberikannya pada seorang janda miskin yang terpaksa merebus batu untuk mendiamkan tangisan anak-anaknya yang kelaparan. Pundak sang Khalifah menjadi saksi keteguhan Beliau dalam menolong orang yang lemah dengan memberikan kehormatan tertinggi kepada mereka, justru karena mereka patut mendapatkannya ketika menerima bantuan, bahkan sesampainya Sang Khalifah di tempat keluarga miskin yang ditolongnya itu Beliau tidak segan segan turun tangan membantu menyajikan gandum itu dan menghidangkannya pada anak-anak yatim miskin tersebut. Karena sesungguhnya harga diri itu ada pada semua orang, maka bisa jadi orang miskin yang akan kita bantu merasa berat hatinya dengan cara yang kita pilih saat menolong mereka. Untuk itu memuliakan mereka saat memberi bantuan, memilih cara yang sesuai adab dan membuat mereka tidak terpaksa harus mengemis pada sesuatu yang memang menjadi haknya adalah sebuah adab yang harus kita lakukan karena termasuk hal-hal yang di sunnahkan oleh Rasulullah SAW.

Penulis: Astri Katrini Alafta

Tags: 2014Astri Katrini AlaftaBudayaEsai - CeritaPilihan EditorVolume 1 Nomor 1
Previous Post

Buah dari Lima Waktu

Next Post

Fenomena Ayat Ayat Kelautan

Mata Air

Mata Air

Related Posts

Al-Andalus, Hilangnya Sebuah Peradaban
Budaya

Al-Andalus, Hilangnya Sebuah Peradaban

January 14, 2021
Sebuah Bencana Besar
Budaya

Sebuah Bencana Besar

January 13, 2021
Load More

Discussion about this post

POPULAR POST

  • Buku atau Gadget

    Buku atau Gadget

    547 shares
    Share 219 Tweet 137
  • Fenomena Ayat Ayat Kelautan

    531 shares
    Share 212 Tweet 133
  • Kopi Yang Tergantung

    533 shares
    Share 216 Tweet 132
  • Kisah Persahabatan dalam Sicupak Lada

    524 shares
    Share 210 Tweet 131
  • Anakku Banyak (N)akal

    521 shares
    Share 209 Tweet 130

Majalah Mata Air menyuguhkan bahan bacaan untuk mengembangkan cakrawala pemikiran.

Ikuti Kami

Kategori

  • Budaya
  • Sains
  • Spiritualitas

Tags

2014 2015 Abdullah Demir Ahmet Tașkıran Antony P. O’connell Astri Katrini Alafta Astronomi B. Mümtaz Aydın Biologi Budaya Bukit-bukit Zamrud Kalbu Cerita Dr. Ali Unsal Dr. Arslan Mayda Dr. F. Osmanoglu Dr. Haluk Nurbaki Dr. Mücteba Müezzinoğlu Dr. S.E. Konuk Dr. Selim Aydın Dr. Veli Karabuğa Esai - Cerita Hikmah Hikmah - Akhlak Kedokteran Kedokteran - Kesehatan Kesehatan M. Fethullah Gülen Pendidikan Pilihan Editor Prof. Dr. Irfan Yılmaz Prof. Dr. Osman Çakmak Prof.Dr. Ömer Arif Ağaoğlu Psikologi Puisi Sains Sejarah Spiritualitas Tanya - Jawab Volume 1 Nomor 1 Volume 1 Nomor 2 Volume 1 Nomor 3 Volume 1 Nomor 4 Volume 2 Nomor 5 Volume 2 Nomor 6 Zoologi

Artikel Terbaru

Ibnu Sina, Seorang Ilmuwan Teladan

Ibnu Sina, Seorang Ilmuwan Teladan

January 29, 2021
Hai Budi, Ini Aku Paru-parumu

Hai Budi, Ini Aku Paru-parumu

January 29, 2021
  • Privacy & Policy
  • Kontak
  • Tentang Kami
  • Mata Air di Dunia
  • FAQ
  • Kirim Artikel
  • Karir

© 2020 Majalah Mata Air - Membaca Kehidupan.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Sains
  • Budaya
  • Spiritualitas
  • Workshop
  • Mata Air On Air
  • Event
    • Liputan
    • Lomba Baca
      • Semua Membaca Rasulullah
  • Arsip
    • Quotes Mata Air
  • Berlangganan
  • Paket Majalah

© 2020 Majalah Mata Air - Membaca Kehidupan.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In